LAYANG-LAYANG

Ilustrasi oleh Helena Kasprowicz (https://www.bjuinternational.com/bjui-blog/flying-high-as-a-kite)

Oleh: Fransiskus Buntaran

Pada musim kemarau salah satu permainan favorit anak-anak hingga orang dewasa adalah permainan layang-layang. Bahkan di kota tertentu diadakan lomba yang dikuti beragam jenis layang-layang dengan hiasan yang menarik.

Hari itu Angga dan Bapaknya, Pak Admo, tidak ketinggalan main layang-layang bersama beberapa tetangganya di pinggir jalan dekat sungai. Suasananya tampak meriah karena banyaknya orang yang main layang-layang dari mulai layang-layang terbang rendah, lebih tinggi, dan makin tinggi lagi sehingga tampak seolah-olah angkasa dihiasi gambar berbagai macam bentuk dengan warna yang menarik, bergerak meliuk ke kiri, ke kanan, sesuai keinginan pemiliknya. 

Angga ingin sekali layang-layangnya menjadi yang tertinggi, tidak kalah dengan layang-layang tetangganya. Maka itu Angga minta agar benang layang-layang diulur terus.

“Terus Pak ulur benangnya!” pintanya.

Pak Admo karena ingin anaknya senang maka mengikuti permintaannya sampai benang yang tergulung pada tempolong habis. Namun layang-layangnya belum juga jadi yang tertinggi. Melihat layang-layangnya belum yang tertinggi dan malah cenderung diam, Angga minta Bapaknya untuk memutus benang yang dipegangnya agar layang-layangnya bisa terbang tinggi.

“Pak, putus saja benangnya biar bisa lebih tinggi. Saya yakin nanti jadi paling tinggi,” pintanya sambil merengek.

Bapaknya memenuhi permintaan Angga. Diputuslah benang layang-layang yang dipegangnya. Memang layang-layangnya terbang tinggi namun lama-lama turun dan jatuh di sungai. Layang-layangnya pun robek kena air.

Pak Admo bicara kepada anaknya, “Angga, kamu lihat layang-layang kita?”

“Lihat Pak. Pada awalnya layang-layang kita terbang tinggi tapi terus turun dan turun hingga akhirnya  jatuh ke sungai, kena air, dan robek,” katanya sambil menunjukan mimik kecewa.

“Kamu tahu apa fungsi benang layang-layang yang Bapak pegang tadi? Fungsi benang itu untuk mengendalikan layang-layang agar tetap bisa terbang, tetap mengangkasa, dan tidak masuk sungai. Bapak tahu jalan pikiranmu bahwa benang itu seolah-olah menghambat terbangnya layang-layang,” kata Pak Admo memberikan penjelasan kepada Angga.

Dalam kehidupan Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) juga demikian, regulasi seolah-olah  menghambat, data pemohon harus lengkap, nginput harus 7 hari sebelum pelaksanaan uji kompetensi, nomor induk kependudukan tidak boleh salah waktu menginput, uji praktek harus satu siklus, skenario uji harus sesuai dengan metodologi yang ditetapkan, jika sebelumnya dalam agenda uji kompetensi bisa digabung antar bidang sekarang setiap agenda uji harus satu bidang.

Padahal sebenarnya regulasi dibuat sebagai pengendali sebagaimana benang pada permainan layang-layang agar LSK tetap eksis, bisa berkembang, dan tidak salah langkah yang pada akhirnya menyusahkan masyarakat dan LSK sendiri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *